Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau
pancuran air) (bahasa Latin:mellitus, rasa manis) yang juga dikenal
di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing manis adalahkelainan
metabolik yang
disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
·
defisiensi transporter glukosa.
·
atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat
terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington,
kelainan mitokondria, distrofi
miotonis, penyakit Parkinson, sindrom
Prader-Willi, sindrom
Werner, sindrom
Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4]hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan
lain-lain
Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengklasifikasikan
bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2]
1.
Diabetes tipe 1, yang
meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang
disebabkan atau menyebabkanautoimunitas, dan
bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas,
seperti fibrosis sistik
atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan
ini.
2.
Diabetes tipe 2, yang
diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom
resistansi insulin
3.
Diabetes gestasional, yang
meliputi gestational impaired
glucose tolerance, GIGT dan gestational
diabetes mellitus, GDM.
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
4.
Insulin requiring for
survival diabetes,
seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
5.
Insulin requiring for
control diabetes.
Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus
tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia,
jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
6.
Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis
serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang
tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM
dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of
Diseases pada tahun 1991 dan
revisi ke-10 International
Classification of Diseases pada
tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes
mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat
memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan
bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes.
Subtipe MRDM; Protein-deficient
pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai
bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes,
FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas
eksokrin pada lintasan fibrocalculous
pancreatopathy yang
menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance,
IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana
dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi
dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia,
IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa
yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah
rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes
Diabetes
mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1,
diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes,
insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang
terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun
orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat
dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari
kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh
adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya
dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti
terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan
dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosisdan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup
(diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pump,
yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat
dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus)
dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk
pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus
berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal
apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien
diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6
mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke
140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang
lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l)
seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu
sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah,
yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat
menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih
serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis
diabetikum[sunting]
Pada penderita diabetes tipe I,
gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam
suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun
yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan
cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas
penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum
bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan
setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi
(sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi
atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut
koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]
Diagnosis
Tabel: Kadar
glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[34]
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 199
|
>200
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 199
|
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
|
|||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 125
|
>126
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 109
|
>110
|
Simtoma
klinis
Simtoma hiperglisemia
lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
·
poliuria -
sering buang air kecil
·
polidipsia -
selalu merasa haus
·
penurunan berat badan,
seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa
perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
·
gangguan pada ginjal hingga
berakibat pada gagal ginjal
·
gangguan kardiovaskular,
disertai lesi membran
basalis yang dapat
diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[34]
·
gangguan pada sistem saraf hingga
disfungsi saraf autonom, foot
ulcer, amputasi, charcot
joint dan disfungsi
seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
·
rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes mellitus itu
sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika
penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
Simtoma hiperglisemia
lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
·
poliuria -
sering buang air kecil
·
polidipsia -
selalu merasa haus
·
penurunan berat badan,
seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa
perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
·
gangguan pada ginjal hingga
berakibat pada gagal ginjal
·
gangguan kardiovaskular,
disertai lesi membran
basalis yang dapat
diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[34]
·
gangguan pada sistem saraf hingga
disfungsi saraf autonom, foot
ulcer, amputasi, charcot
joint dan disfungsi
seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
·
rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes mellitus itu
sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika
penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
Penanganan
Pasien yang
cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obatdosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang
terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan
dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah
yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan
insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[
Solusi Herbal
dengan Meminum Daun Insulin yang dikombinasi dengan Meniran dan Jahe Phone: 0821 3166 4428